Bekasi – Pemberantasan praktek outsourcing yang
tidak sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003,
terus dilakukan. Kali ini, PT Patria (United Tractors Pandu Engineering)
yang berlokasi di Jababeka, yang mendapat giliran didatangi oleh 10
ribu massa Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Jumat
(28/09). Buruh bersolidaritas untuk 252 pekerja PT Patria tergabung
dalam Serikat Pekerja Automotif, Mesin dan Komponen (SPAMK) FSPMI
melakukan mogok untuk menuntut agar status mereka yang hanya pekerja
subkontraktor diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan.
PT
Patria yang merupakan anak perusahaan PT Astra ini mempekerjakan
sekitar 500 buruh. PT Patria memproduksi alat-alat berat yang biasanya
digunakan dalam bidang pertambangan.
Menurut ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) SPAMK FSPMI PT Patria, Trivery, pekerja outsourcing mendapatkan
perlakukan diskrminatif dari perusahaan. “Upah kami dibedakan dengan
buruh tetap. Upah kami hanya Rp 1,6 juta, padahal seharusnya Rp 1,8
juta. Kami juga hanya mendapatkan Jamsostek, sementara karyawan tetapnya
bisa dibackup oleh asuransi yang fasilitasnya jauh lebih baik.
Seragam pun dibedakan dari karyawan tetap. Bahkan dalam pergaulan,
karyawan tetapnya tidak mau bergaul dekat dengan kami yang outsourcing. Mungkin karena kami dianggap buruh kelas bawah,” kata Trivery.
Sudah sejak lama pekerja outsourcing PT
Patria ingin memperjuangkan nasibnya. Padahal di PT Patria sudah ada
Serikat Pekerja, tetapi Serikat Pekerja tersebut tidak mau membantu
pekerja outsourcing. Akhirnya pekerja outsourcing membentuk PUK SPAMK FSPMI di perusahaan, baru lah mereka berani berjuang menuntut hak-haknya.
PT
Patria yang tahun lalu (2011) meraup keuntungan Rp 1,2 triliun ini,
mengaku sedang turun order karena banyak perusahaan tambang bijih yang
menghentikan produksi karena peraturan pemerintah yang baru (Permen ESDM
No. 07 Tahun 2012), melarang produksi pertambangan bijih tanpa
membangun pabrik smelter. Namun, menurut Trivery, selama ini pekerja outsourcing sudah
mengabdi untuk perusahaan dengan masa kerja bertahun-tahun, sehingga
perusahaan harus mau mengangkat status pekerja menjadi pekerja tetap di
perusahaan.
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 66, alih daya (outsourcing) hanya dibolehkan di lima bidang pekerjaan, yakni cleaning service, security, catering, kurir
(pengiriman atau antarjemput) dan pertambangan. Jika melanggar, maka
demi hukum, pekerja alih daya harus berubah status hubungan kerjanya
menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan pemberi kerja (perusahaan).
Artinya, PT Patria telah melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan
sehingga wajib menjadikan pekerja outsourcing-nya menjadi pekerja tetap.
Namun,
aksi tersebut tidak membuahkan hasil karena pihak manajemen PT Patria
tidak menanggapi tuntutan buruh. Saat buruh bersiap-siap untuk
melanjutkan aksi pada hari Sabtu, akhirnya manajemen meminta agar
perundingan dilanjutkan pada tanggal 4 Oktober.
PT
Patria meliburkan perusahaannya tanggal 1 – 3 Oktober untuk
menghindari aksi mogok nasional, namun anggota AMK FSPMI menyatakan akan
tetap datang ke pabrik pada tanggal 3 Oktober nanti. (Sr)
sumber: http://mb.spai-fspmi.or.id/pt-patria-digeruduk-10-ribu-buruh/
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPara buruh seharusnya tahu diri,, !!
BalasHapus